Catatan Seorang Jomblo
Menjadi jomblo di kota besar adalah aib. Menjadi jomblo sebagai muslim adalah suci : “La taqrabu zina” (jangan mendekati zina). menjadi pelindung yang kuat untuk tidak berpacaran. Tapi sekarang, teman-temanku di kota besar membantah “Kami tidak berzina, kami cuma pacaran”. Aku mau jawab apa?! Aku stress!
Teman-temanku punya banyak alasan untuk membuatku diam. Diantaranya: pacaran menjadikan mereka bersemangat dalam belajar, pacaran membuat mereka punya tempat untuk curhat, tempat makan, dan cuma mereka yang jomblo yang tergesa-gesa berprasangka terhadap orang yang berpacaran. Kebebasan benar-benar membuat teman-temanku pintar bicara, dalam konteks dipacari-memacari. Aku bingung !
Teman-temanku punya banyak alasan untuk membuatku diam. Diantaranya: pacaran menjadikan mereka bersemangat dalam belajar, pacaran membuat mereka punya tempat untuk curhat, tempat makan, dan cuma mereka yang jomblo yang tergesa-gesa berprasangka terhadap orang yang berpacaran. Kebebasan benar-benar membuat teman-temanku pintar bicara, dalam konteks dipacari-memacari. Aku bingung !
Aku memang tidak boleh bohong dalam hal ini. Aku juga menyukai seseorang disana. Tapi dia tidak menyukaiku, jadi konteksnya disukai-tidak menyukai. Aku tidak tahu mengapa! Aku sesak nafas! Mungkin karena hidungku mancung kedalam, jelek (menurutku yang mengatakan ini perlu dioperasi katarak) dan kurang tonggek, atau kurang hepeng. Apa itu kriteria agar tahanan jomblo mendapatkan remisi di malam minggu? Jangan tanya aku!
Manusia memang diciptakan berpasang-pasangan; laki-laki dengan perempuan, bunda dengan ayah, paman dengan bibi, jantan dengan betina begitu seterusnya sampai kiamat. Tapi pertanyaannya “Bagaimana dengan mereka yang belum memiliki pasangan?” Apakah belum waktunya? Jangan tanya aku! Aku cuma tukang ketik dan tukang desain (yang disuruh orang tanpa bayar : Project thank you ( ) di malam minggu, yang mengetik dan mengedit dengan penuh kekesalan.
Kadang aku juga ingin punya pacar yang bisa kusuruh mencuci bajuku, membayariku makan, mengerjakan tugas kuliahku, dan mendengarkan curhatku. Lantas apakah ini yang disebut pacaran? Bukankah pacaran itu menjadikan kita semangat belajar sama dengan membuat tugas kuliah, menjadi tempat curhat sama dengan mendengarkan curhatku tanpa sanggahan pertanyaan, tempat makan sama dengan bayari makan, dan seterusnya. Mungkin ini yang menjadikan setiap laki-laki menjadi jomblo. Mereka belum mengetahui landasan disahkannya pacaran; apa Undang-undangnya (bab nya, pasalnya, dan ayatnya) apa dalilnya, apa tujuannya. I never know!
Atau mungkin kami para jomblo termasuk laki-laki yang kritis yang tidak mau mengeluarkan uang orangtua, kuliah yang belum selesai, tidak punya bahan cerita, dan benar-benar tidak suka makan yang tidak mengenyangkan (kan biasanya kalau ngedate di restoran, makanannya sedikit bayarannya banyak). Adakah satu orang saja yang bisa meyakinkanku kenapa kita harus pacaran? Jika tidak, mengapa kau lakukan? Ikut-ikutan?
By : Akunamatata
Komentar
Posting Komentar